Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2016
Gambar
KISAH ASHABUL KAHFI Dalam surat al-Kahfi, Allah SWT menceritakan tiga kisah masa lalu, yaitu kisah Ashabul Kahfi, kisah pertemuan nabi Musa as dan nabi Khidzir as serta kisah Dzulqarnain. Kisah Ashabul Kahfi mendapat perhatian lebih dengan digunakan sebagai nama surat dimana terdapat tiga kisah tersebut. Hal ini tentu bukan kebetulan semata, tapi karena kisah Ashabul Kahfi, seperti juga kisah dalam al-Quran lainnya, bukan merupakan kisah semata, tapi juga terdapat banyak pelajaran (ibrah) didalamnya. “(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung kedalam gua lalu mereka berdoa, “Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” (Q.S. Al-Kahfi:10). Dengan panjang lebar kitab Qishashul Anbiya mulai dari halaman 566 meriwayatkan sebagai berikut: Dikala Umar bin Khattab memangku jabatan sebagai Amirul Mukminin, pernah datang kepadanya beberapa orang pendeta Yahudi. Mereka
Gambar
Kisah Sayyidina Ali bin Abi Tholib, Pencuri Yahudi dan Seorang Hakim Ada sebuah peristiwa yang dapat kita ambil hikmahnya. Pada suatu hari, Sayyidina Ali bin Abi Tholib berjalan melewati sebuah perkampungan, saat melintasi sebuah rumah ia mendapati baju perangnya dipegang oleh seorang Yahudi, sedangkan Sayyidina Ali yakin bahwa Yahudi ini adalah yang mencurinya. Bayangkan, Sayyidina Ali adalah seorang Amiril Mukminin, beliau seorang pemimpin, beliau seorang presiden. Dengan santunnya beliau mengatakan kepada si Yahudi tersebut:  “Ini adalah baju perang milikku yang telah hilang.”  Yahudi tersebut berkata:  “Tidak ini adalah milikku, engkau mengatakan seperti itu karena mentang mentang engkau adalah seorang amiril mukminin.”  Lalu Sayyidina Ali berkata:  “Tidak, dugaanmu adalah keliru. Lebih baik kita mencari keadilan di pengadilan dan memutuskan siapa diantara kita yang benar di depan hakim.” Akhirnya Sayyidina Ali pergi bersama si Yahudi tersebut yang notabenenya tidak seagama
Gambar
Para Imatunal Akramin berikhtilaf tentang bolehnya berdiri, tetapi Hujjatul Islam  Al Imam Nawawi   mengatakan bahwa pendapat yang paling shahih dan paling tsigah adalah layaknya berdiri untuk menghormati ulama atau orang yang dicintai. Tapi ulama mengatakan makruh, sebagian mengatakan haram berdiri untuk penguasa yang jahat. Penguasa yang dhalim, jangan berdiri menghormatinya, itu kata Al Imam Nawawi. Sebagian mengatakan makruh, sebagian mengatakan haram. Tapi berdiri untuk para ulama adalah amrun mustahab (hal yang baik/disukai), berdiri untuk tamu adalah amrun mustahab (hal yang baik/disukai). Menghargai tamu, Rasulullah juga berdiri menghargai tamu. Keluar dari semua ikhtilaf ini, kita berdiri bukan untuk apa – apa, tapi saat mahallul qiyam karena gembira menyambut kelahiran Nabi Muhammad saw, tidak terikat Rasulullahnya ada atau tidak ada. Demikian hadirin – hadirat. Yang mengawalinya siapa? Imam Taajusubkiy  ‘Alaihi rahmatullah, seorang muhaddits dan seorang  Hujjatul
Gambar
Duhai Indahnya Mencintai Rasulullah saw Tak Akan Bertepuk Sebelah Tangan ABDULLAH bercerita, “Kami mempunyai pembantu yang mengabdi kepada raja. Orang itu dikenal suka berbuat kerusakan. Suatu malam, saya bermimpi melihatnya sedang bergandengan tangan dengan Nabi saw. Lalu saya berkata, ‘Wahai Nabi Allâh, lelaki itu orang fasik. Bagaimana Baginda sudi bergandengan tangan dengannya?’ Maka, Rasulullah saw bersabda, ‘Aku telah mengetahuinya, namun dosa-dosanya telah berlalu, dan aku telah memberinya syafaat.’ Saya bertanya, ‘Wahai Nabi Allâh, dengan perantara apa orang itu sampai pada derajat itu?’ Beliau menjawab, ‘Dengan memperbanyak sholawat kepadaku. Sesungguhnya setiap malam menjelang tidur orang itu  bersholawat kepadaku sebanyak 1.000 kali’. Abdullah berkata, ‘Di pagi harinya, tiba tiba saya menjumpai lelaki itu sedang menangis. Setelah masuk dan duduk dihadapanku, ia berkata, ‘Wahai Abdullah, rentangkan tanganmu, karena Nabi saw telah menyuruhku agar aku bertobat sambil
Memang benar jika dikatakan bahwa sebagian besar manusia itu adalah orang yang tidak mau bersyukur atau tidak pandai berterima kasih. Bagaimana tidak, ketika Alloh Ta’ala telah begitu banyak memberinya nikmat, baik yang sifatnya dzohir maupun batin, hal itu tidak membuat mereka sadar dan tergerak untuk semakin menambah ibadah mereka kepada Alloh. Meskipun bukan berarti Alloh butuh terhadap ibadah tersebut sebagai balasan atas nikmat yang telah Alloh berikan. Bahkan sebaliknya, kenikmatan itu justru membuat mereka semakin jauh dari ibadah kepada Alloh Ta’ala. Lalu bagaimana sikap yang benar yang harus dilakukan oleh seorang hamba? Kewajiban Seorang Hamba Adalah Bersyukur Serta Tidak Kufur Banyak sekali dalil-dalil yang terdapat di dalam Al-Qur'an maupun As-Sunnah yang memerintahkan kita untuk senantiasa bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla dan melarang kita untuk kufur terhadap nikmat-Nya. Allah Ta’ala berfirman: yang artinya, “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ing
Gambar
Cintai Orang Sholih Semasa Hidupmu Di Dunia Berkata Al Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad :   “ Seindah-indahnya tempat di dunia adalah tempat orang-orang yang sholeh, karena mereka bagai  bintang-bintang yang bersinar pada tempatnya di petala langit “. Berkata Al Habib Abdullah Bin Muhsin Al Atthos :   “Berziarahlah kamu kepada orang-orang sholeh! Karena orang-orang sholeh adalah obat hati” Berkata Al Habib Abdullah Bin Abdull Qadir Bin Ahmad Balfaqih :   “Sebaik-baiknya ilmu adalah ilmu fiqih”   Berkata Ustadzul Imam Al Habib Abdullah Bin Abdul Qadir Bin Ahmad Bilfaqih :   “ Jadilah orang-orang yang sholeh, karena orang-orang     yang sholeh akan bahagia di dunia dan akherat . Dan jadilah orang-orang yang benar,  jangan menjadi orang yang pintar, karena orang yang pintar belum tentu benar,  tetapi orang yang benar sudah pasti pintar “ Berkata Al Habib Abdullah Bin Mukshin Al-Attas (Keramat empang Bogor) :   “Ilmu membutuhkan amal, amal